Kesehatan mental adalah istilah yang mencakup banyak aspek dari kemampuan kita dalam mengatasi stres dan menikmati hidup. Orang menggunakan istilah kesehatan mental untuk menggambarkan masalah-masalah depresi, pergolakan emosional, rasa sakit emosional atau diagnosis psikologis langsung seperti psikosis atau schizofrenia. Dalam diagnosis dari banyak masalah atau gangguan kesehatan mental, terapis mengevaluasi faktor psikososial kesehatan mental yang mempengaruhi penderita dan faktor juga sumber dari kesehatan mental.
Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah suatu kondisi kesehatan mental yang terjadi pada setidaknya 10% dari korban tabrakan kendaraan bermotor yang telah menderita cedera fisik. Walaupun memiliki banyak faktor penentu, PTSD kausal terkait dengan nyeri kronis dan penyakit fisik. PTSD pasien memiliki kesehatan fisik secara obyektif buruk, kesan subjektif buruk kesehatan fisik mereka, dan menggunakan intervensi medis yang lebih umum daripada usia dan jenis kelamin rekan-rekan. PTSD memperburuk kondisi seperti sakit biasa seperti sakit kepala pasca-trauma, konsekuensi umum dari whiplash. Hubungan kausal antara PTSD dan nyeri meluas ke arah yang berlawanan juga. Kehadiran sakit kronis beberapa bulan setelah tabrakan kendaraan bermotor memprediksi adanya PTSD. Tingkat keparahan dari pengalaman rasa sakit pada awal perawatan psikologis untuk PTSD juga membatasi efektivitas dari pengobatan tersebut. Peran penyebab nyeri kronis pada eksaserbasi PTSD dapat dipahami sebagai pengingat trauma asli dan, jika salah satu sakit kronis dilihat sebagai mewakili hilangnya sumber daya (yaitu, kehilangan kesejahteraan fisik), nyeri terus seperti akan mempertahankan PTSD gejala lama setelah cedera awal.
Post-traumatic stress disorder adalah diagnosis yang diberikan kepada individu tertekan yang telah terkena beberapa peristiwa yang mengancam kehidupan atau kesejahteraan fisik. Berikut beberapa gejala yang dialami :
· Foto atau mimpi dari peristiwa traumatis
· Gejala hyperarousal fisiologis(misalnya konsentrasi defisit, gangguan tidur, lekas marah)
· Upaya untuk menghindari kegiatan, pikiran, atau emosi yang mengingatkan orang pada peristiwa traumatik.
· Keadaan kepentingan menurun atau mati rasa emosional
Di tahun-tahun terakhir ini sudah kita ketahui bahwa sering kali terjadi kecelakaan dimana-dimana. Entah itu tabrakan antara mobil dengan mobil, motor dengan motor atau dengan keduanya. Terlebih, yang membuat kita miris terhadap peristiwa kecelakaan ini, para pejalan kaki pun bisa di renggut begitu saja nyawanya oleh pengendara motor atau mobil. Padahal jalan yang di lalui para pejalan kaki sudah tepat. Pada peristiwa ini, sudah pasti para korban (yang masih hidup) ataupun keluarga korban yang ditinggalkan akan mengalami suatu gangguan mental yang luar biasa yang mengakibatkan trauma, seperti misalnya korban tidak mau lagi melewati jalan dimana saat kecelakaan yang dialaminya terjadi, atau menaiki kendaraan yang sama ketika terjadi kecelakaan pada waktu lalu, dsb. Hal ini menimbulkan depresi yang besar atau bahkan bisa menjadi stres karena ketidaksiapan mereka ditinggalkan oleh orang-orang yang mereka cintai. Hal ini tidak berlangsung sebentar. Semua ini sudah pasti mengganggu kesehatan mental, karena mungkin sebagian dari mereka menahan stres, kemarahan, atau bahkan bisa menimbulkan dendam. Butuh waktu untuk menghilangkan semua perasaan “kacau” pada semua korban. Terlebih, jika korban mengalami luka yang parah dan harus segera dibawa ke ruang gawat darurat. Keadaan ini tidak hanya mengganggu kesehatan mental. Jika terjadi secara berlarut-larut, akan berdampak juga pada kesehatan fisik mereka.
Mental dan fisik adalah dua komponen yang berbeda. Dari segi bahasa, mental sering disebut dengan jiwa (psikis) dan fisik biasa disebut tubuh (raga). Keduanya adalah komponen penyusun manusia, yang saling mempengaruhi. Seperti kata pepatah Yunani “dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa dan pikiran yang sehat”. Tetapi bagaimana jika salah satunya mengalami sakit, apakah berdampak pada yang lainnya?
Mungkin kita pernah mengalami sakit, atau pernah melihat orang yang sakit dalam waktu yang lama, maka akan berdampak pada kesehatan psikis. Kemungkinan karena kesehatan fisik yang terganggu bisa membuat seseorang stress berat, hingga mengalami depresi yang merupakan tanda-tanda gangguan jiwa. Gangguan fisik yang mempengaruhi keadaan mental disebut dengan gangguan psikosomatik. Gangguan fisik ini dapat mempengaruhi keadaan emosi seseorang. Seorang yang sakit gigi misalnya, dapat menjadi pendiam atau bahkan beringas jika ada sesuatu yang menggangunya.
Bagaimana dengan gangguan mental, apakah bisa mempengaruhi keadaan fisik? Kasus ini adalah kasus terbanyak yang dialami oleh orang sakit. Banyak orang yang mengeluh pusing, migraine, sakit kepala, bahkan lumpuh secara fisik tidak ada diagnosa penyakit yang dideritanya. Dalam dunia medis ini disebut gangguan somatoform. Somatoform adalah gangguan mental yang mempengaruhi fisik, tetapi pada dasarnya, fisiknya tidak mengalami gangguan apa-apa. Kepercayaan orang yang mengalami gangguan somatoform ini, menganggap bahwa dirinya mengidap sebuah penyakit yang kronis. Tentu saja untuk mengobatinya, bukan dengan mengobati fisiknya. Tetapi mengobati psikisnya yang merupakan gangguan terhadap fisik.
Ini menunjukkan bahwa kedua gangguan diatas, mental dan psikis sama-sama mempunyai pengaruh yang sangat besar. Jika salah satunya sakit, membuat yang lain mengalami disfungsi.
Sebuah gangguan mental mengacu pada salah satu dari banyak kondisi kesehatan mental yang berbeda. Kondisi ini ditandai oleh gangguan fungsi, kesedihan dan perilaku atipikal. Gangguan faktor psikologis kesehatan mental memainkan peranan penting. Faktor psikososial mencakup perkembangan psikologis maupun perilaku dan perkembangan sosial seseorang. Jadi sebenarnya, orang yang bersyukur dan selalu berusaha untuk merasa bahagia, adalah orang-orang yang lebih sehat secara fisik maupun mental.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO