Terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan
prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha
melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah
harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena
penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa
didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur.
1. Pandangan Dasar
Sebelum kita mengulas tentang proses dan penerapan dari terapi ini, kita
perlu tahu pandangan dasar dari terapi ini pada manusia itu sendiri. Dimana
landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan behavioristik,
pendekatan ini menganggap bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan
oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”.
Ini merupakan anggapan dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang
lain yaitu behavioristik kontemporer, yang merupakan perkembangan dari
behavioristik radikal menganggap bahwa setiap individu sebenarnya memiliki
potensi untuk memilih apa yang dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip
behavioris yang radikal, yang menyingkirkan kemungkinan individu menentukan
diri. Namun, meskipun begitu, kedua behaviorisme ini tetap berfokus pada inti
dari behaviorisme itu sendiri yaitu bagaimana orang-orang belajar dan
kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka.
Pendekatan
tingkah laku memiliki ciri yang unik yang membedakannya dengan pendekatan yang
lain, yaitu:
·
a)
Perhatian lebih berpusat pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
·
b)
Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
·
c)
Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
·
d)
Penaksiran objektif atas hasil-hasil terapi
Jadi pada dasarnya, tujuan terapi ini adalah memperoleh tingkah laku baru,
penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan
tingkah laku yang diinginkan.
Sedangkan
teori dasar dari pendekatan ini yaitu teori Classical Conditioning (Pavlov) dan
Operant Conditioning (Skinner).
·
Classical
conditioning merupakan pengkondisian klasik yang melibatkan
stimulus tak terkondisi (UCS) yang secara otomatis dapat membangkitkan respon
berkondisi (CR), yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) bila
diasosiasikan dengan stimulus tak berkondisi (UCS). Contohnya, jika kita
memberikan makanan kucing (UCS) maka membangkitkan air liur kucing (UCR).
Berikutnya, ketika setiap kita memberikan makanan pada kucing (UCS) sambil
membunyikan bel (CS) maka kucing akan mengeluarkan air liur (UCR) karena diberi
makanan. Jika hal tersebut dilakukan berulang kali, berikutnya saat kita
membunyikan bel (CS) maka secara otomatis kucing akan mengeluarkan air liur
(CR). Hal inilah yang dinamakan proses pembelajaran yang dikarenakan asosiasi.
·
Operant Conditioning merupakan pengondisian instrumental
yang melibatkan ganjaran (reward atau punishment) kepada individu atas
pemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Contohnya, jika kita ingin membuat seorang anak mengurangi kebiasaan bermain
games dan meningkatkan intensitas belajarnya. Maka pertama kita harus membuat
anak betah duduk di meja belajarnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan anak pujian (reinforcement) setiap dia duduk di kursi belajarnya.
Bila intensitas waktu anak untuk duduk di kursi belajarnya dan belajar maka
reinforcement di tingkatkan, mungkin dengan mengganti pujian dengan hadiah.
Tindakan tersebut dilakukan hingga menjadi kebiasaan rutin anak.
2.
Proses Terapi
·
Tujuan terapi
Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi
baru untuk belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah
perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien
dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
·
Fungsi dan peran
terapis
Terapis behavior harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment yaitu dalam penerapan pengetahuan ilmiah dalam memecahkan
masalah-masalah para kliennya. Secara khasnya, terapis berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah
laku yang baru. Fungsi penting lainnya adalah peran terapis sebagai model bagi
klien. Bandura mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang
memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau
pencontohan sosial yang disajikan oleh terapis. Karena klien sering memandang
terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien sering kali meniru
sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan tingkah laku terapis.
Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses
identifikasi dari klien. Terapis yang tidak menyadari kekuatan yang dimilikinya
dalam mempengaruhi dan membentuk cara berpikir dan bertindak kliennya, berarti
terapis mengabaikan arti penting kepribadiannya sendiri dalam proses terapi.
·
Pengalaman klien
dalam terapi
Pengalaman klien dalam terapi sangat
mempengaruhi keberhasilan terapi. Dimana bila klien tidak mau diajak bekerja
sama atau aktif maka tipis kemungkinan keberhasilan dari terapi.
·
Hubungan antara
terapi dan klien
Hubungan antara terapi dan klien memberi kontribusi yang signifikan bagi
proses perubahan perilaku. Sehingga terapis dituntut memilki skill yang tinggi
dalam membangun rapport pada klien.
3.
Penerapan Terapi :
Teknik dan Prosedur
1)
Training Relaksasi, merupakan teknik untuk
menanggulangi stress yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang mana
seringnya dimanifestasikan dengan simtom psikosomatik, tekanan darah tinggi dan
masalah jantung, migrain, asma dan insomnia. Tujuan metode ini sebagai
relaksasi otot dan mental. Dalam teknik ini, klien diminta rileks dan mengambil
posisi pasif dalam lingkungannya sambil mengerutkan dan merilekskan otot secara
bergantian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menarik nafas yang dalam dan
teratur sambil membanyangkan hal-hal yang menyenangkan.
2)
Desensitisasi
Sistemik, merupakan
teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia,
tetapi juga dapat diterapkan pada penanganan
situasi penghasil kecemasan seperti situasi interpersonal, ketakutan menghadapi
ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik
serta impotensi dan frigiditas seksual. Teknik ini melibatkan relaksasi dimana
klien dilatih untuk santai dan keadaan-keadaan santai dengan
pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang
divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang
sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan
stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan
stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus
penghasil kecemasan dan respons kecemasan tersebut terhapus.
3)
Latihan Asertif, merupakan teknik terapi yang
menggunakan prosedur-prosedur
permainan peran dalam terapi. Latihan asertif
ini akan membantu bagi orang-orang yang:
· Tidak mampu mengungkapkan
kemarahan/perasaan tersinggung
· Menunjukkan kesopanan yang berlebihan
dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya
· Memiliki kesulitan untuk mengatakan
‘tidak’
· Mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya
· Merasa tidak punya hak untuk memiliki
perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri
Fokus terapi ini
adalah mempraktekkan kecakapan-kecakapan bergaul yang diperoleh melalui
permainan peran sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya
dan belajar mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara
terbuka disertai kenyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi
yang terbuka itu.
4)
Pencontohan
(modelling methods), melalui
proses pembelajaran observasi, para klien dapat belajar untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diinginkan tanpa proses belajar trial-and-error. Teknik
dapat dilakukan untuk memodifikasi perilaku. Contohnya, seseorang yang takut
ular, maka ketakutannya dapat dihilangkan atau direduksi dengan melihat orang
lain yang tidak takut menghadapi ular.
5)
- Self-Management
Programs, Teknik ini
mencoba menyatukan unsur kognitif dalam proses perubahan perilaku, dengan
asumsi bahwa klienlah yang paling tau apa yang mereka butuhkan. Konselor yang
mempertimbangkan apakah sesi terapi berjalan baik atau tidak, disini konselor
merupakan mediator.
- Self-Directed Behavior, merupakan teknik dimana perubahan
perilaku diarahkan pada diri klien itu sendiri. Klienlah harus merasa bahwa
terapi ini penting untuk mengatasi masalahnya. Contohnya, dalam masalah
obesitas. Hal yang dapat dilakukan yaitu misalnya meminta klien untuk
menuliskan program perubahan dirinya dalam diari. Jam berapa dan berapa kali ia
akan makan. Jika ia tidak berhasil, ia harus menuliskan perasaan dan
sebab-sebab hal tersebut didalam diarinya. Atau jika program telah dijalankan,
klien dapat memberikan hadiah untuk dirinya sendiri misalnya pergi shopping.
6)
Multimodal Terapi, didasarkan pada asumsi bahwa
semakin banyak pengetahuan yang didapatkan klien selama terapi maka akan
semakin sedikit kemungkinan klien akan mengalami masalah lamanya. Teknik ini
menggunakan pendekatan BASIC ID (behavior, affective respons, sensations, images,
cognitions, interpersonal relationships, dan drugs/biology).
Kritikan untuk terapi tingkah laku:
1. Terapi tingkah laku tidak menangani
penyebab-penyebab, tetapi lebih manangani ke
gejala-gejala
2. Terapi tingkah laku tidak diterapkan
pada orang yang taraf berfungsinya relatif tinggi
3. Terapi tingkah laku bisa diterapkan
hanya pada kecemasan-kecemasan yang spesifik,
fobia-fobia dan masalah-masalah yang terbatas
4. Modifikasi tingkah laku tidak
berfungsi
5. Modifikasi tingkah laku bekerja
“terlalu baik”
6. Terapi tingkah laku bisa mengubah
tingkah laku, tetapi tidak mengubah perasaan-
perasaan
7. Terapi tingkah laku mengabaikan
pentingnya hubungan terapis klien dalam terapis
8. Terapi tingkah laku tidak memberikan
insight. Karena seringnya, terapi perilaku tidak
fokus pada masa lalu klien sehingga seringnya
terapis tidak membahasnya meskipun
sebenarnya terapis mengetahui masalah
tersebut.
9. Terapi tingkah laku mengabaikan
penyebab-penyebab historis dari tingkah laku
sekarang
Referensi:
Corey,
Gerald. 1991. Theory and Practice of
Counseling and Psychotheray, 5th Ed. Brooks/Cole Publishing Company.
Corey,
Gerald. 2009. Teori dan Praktek
Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama.
Hough,
Margareth. Counseling Skills and
Theory. 1998. London : Holder &
Stoughton.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO